HADIST TENTANG AL-QORDL
HADIST TENTANG AL-QORDL
DAFTAR ISI
B. Hadis dan Landasan Lain yang terkait
dengan Al-Qardh.................................. 4
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Di
transaksi ekonomi syariah terdapat berbagai macam bentuk transaksi kerjasama
usaha, yaitu salah satunya al-qardh. Dimana al- qardh ini merupakan transaksi
akad pinjaman atau perjanjian pinjam meminjam, tanpa adanya tambahan. Qardh
juga berartikan pemberian atau meminjamkan harta kepada orang lain yang dapat
ditagih atau diminta kembali sebanyak yang dipinjamkan.
Qard
juga termasuk dalam jenis muamalah yang bersifat ta’awun atau pertolongan
kepada pihak lain untuk memenuhi kebutuhannya. Dalam al-qardh terdapat landasan
yang terkait seperti dalam Al-Quran maupun Hadits. Al-Quran dan hadist ini
merupakan acuan dalam sebuah transaksi al qardh dengan tujuan dapat mengetahui
landasannya.
Al-Qardh
juga terdapat teknik pelaksanaannya, seperti dalam akad berbentuk pinjaman yang diterapkan
dalam perbankan syariah adalah Qardh dan turunannya Qardhul Hasan. Sebab, bunga
dilarang dalam islam, maka pinjaman Qardh maupun Qardhul Hasan merupakan
pinjaman tanpa bunga. Serta memiliki sifat qordh tidak memberikan keuntungan
finansial.
LKS dalam hal ini memberikan penilaian yang berhak memperoleh dana
pinjaman qordh dan LKS tidak boleh menarik keuntugan yang diperjanjikan. Dalam
qordh ini nasabah wajib mengembalikan dana kepada LKS sebesar pinajaman yang
telah diperoleh dalam artian LKS menerima kembali modal dari nasabah
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa
pengertian dari Al-Qardh?
2.
Bagaimana
landasan Al-Qardh dalam Hadis maupun landasan lainnya?
3.
Bagaimana
teknis peksanaan Al-Qardh?
C.
Penyelesaian Makalah
1.
Mengetahui
tentang pengertian Al-Qardh.
2.
Mengetahui
tentang hadist dan landasan lain yang terkait dengan Al-Qardh.
3.
Mengetahui
tentang bagaimana cara pekasanaan Al-Qardh.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Al-Qardh
Qardh
memiliki arti pinjaman atau utang-piutang. Secara etimologi, qardh bermakna memotong.[1]
Maksud dari arti tersebut adalah karena uang yang diambil oleh orang yang
meminjamkan memotong sebagian hartanya.[2]
Harta diberikan kepada muqtariq (yang diajak akad qardh) dinamakan qarad, sebab
hal itu merupakan potongan dari harta muqrid (pemilik barang).[3]
Sedangkan
secara terminologi qardh adalah pemberian atau meminjamkan harta kepada orang
lain yang dapat ditagih atau diminta kembali sebanyak yang dipinjamkan. Dengan
kata lain qardh ini tidak ada imbalan atau tambahan nilai pengembalian.[4]
Untuk secara umumnya, makna qard mirip jual beli karena termasuk dalam bentuk
pengalihan hak milik harta dengan harta (Al-Mughni/VI:313 dan
Al-Muwafaqat/VI:42).
Abu
Sura’i Abd al-Hadi berpendapat bahwa qardh adalah sesuatu transaksi yang
menyempurnakan jalan pemilikan harta kepada pihak lain secara sukarela untuk
dikembalikan lagi kepadanya dengan hal yang serupa atau seseorang menyerahkan
harta kepada pihak lain untuk dimanfaatkan dan kemudian orang tersebut
mengembalikan penggantinya.[5]
Dari
definisi tersebut dapat disimpulkan, qardh adalah salah satu jenis pendekatan
untuk bertaqarrub kepada Allah dan jenis muamalah yang bersifat ta’awun (pertolongan) kepada pihak lain
untuk memenuhi kebutuhannya. Hal ini dikarenakan muqtaridh (penghutang/debitur) tidak dibebankan atau diwajibkan
untuk memberikan iwadh (tambahan)
dalam pengembalian harta yang dipinjamkannya kepada muqridh (yang memberikan pinjaman/kreditur), karena qardh menumbuhkan
sifat lemah lembut kepada manusia, megasihi dan memberikan kemudahan dalam
urusan kehidupan serta memberikan jalan keluar dari duka dan kabut yang
menyelimuti.
Hakikatnya
al-qardh adalah pertolongan dan mempererat tali persaudaraan. Dimana al qard
juga mengandung nilai kemanusiaan dan sosial untuk memenuhi hajat peminjam,
tetapi bukan sarana yang hanya mencari keuntungan bagi yang meminjamkan namun
di qardh tidak ada imbalan atau kelebihan pengembalian.
Definisi
utang piutang yang mudah dipahami seperti harta yang diserahkan dalam bentuk
uang dan dilunasi tepat waktu dengan nilai yang sama. Yang dimaksud dengan
menyerahkan harta adalah pemilik yang melepaskan kepemilikkannya. Sedangkan
kata dilunasi tepat waktu merupakan pelepasan hak yang hanya bersifat
sementara, dalam artian manfaat yang dialihkan. Untuk kata dalam bentuk uang
disini berartikan uang yang diukur atau dinilai dengan uang. Dari ilustrasi
tersebut dibedakan dengan pinjam meminjam, karena yang diserahkan disini adalah
harta berupa barang. Dari kata nilai yang sama berartikan bahwa pengembalian
yang mengakibatkan peningkatan nilai bukanlah hutang, tetapi riba. Dengan kata
lain dikembalikan itu adalah nilai, maka apabila yang dikembalikan wujudnya
sama ini termasuk pada pinjaman dan bukan utang piutang.[6]
B.
Hadis dan Landasan Lain yang
terkait dengan Al-Qardh
Al-Qordh memiliki
beberapa landasan hukum diantaranya;
1.
Al-Qur’an
a.
Qs.
Al-Hadid surat 57 ayat 11
مَنْ ذَا
الَّذِيْ يُقْرِضُ اللّٰهَ قَرْضًا حَسَنًا فَيُضٰعِفَهٗ لَهٗ وَلَهٗۤ اَجْرٌ كَرِيْمٌ
Artinya: “Siapakah yang mau meminjamkan kepada
Allah pinjaman yang baik, Maka Allah akan melipatgandakan (balasan) pinjaman
itu untuknya, dan Dia akan memperoleh pahala yang banyak”.
b. QS. Al-Baqarah/2:245
مَنْ ذَا الَّذِيْ يُقْرِضُ اللّٰهَ قَرْضًا
حَسَنًا فَيُضٰعِفَهٗ لَهٗۤ اَضْعَا فًا کَثِيْرَةً ۗ وَا للّٰهُ يَقْبِضُ
وَيَبْصُۜطُ ۖ وَ اِلَيْهِ تُرْجَعُوْنَ
Artinya:
“Al-Quran siapakah yang mau memberi
pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan
Allah), maka Allah akan meperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat
ganda yang banyak. Dan Allah SWT menyempitkan dan melapangkan (rezeki) dan
kepada-Nyalah kamu dikembalikan.”
c. QS. Al-Maidah/5:2
وَتَعَاوَنُوْا عَلَى الْبِرِّ وَا
لتَّقْوٰى ۖ وَلَا تَعَاوَنُوْا عَلَى الْاِ ثْمِ وَا لْعُدْوَا نِ ۖ وَا تَّقُوا
اللّٰهَ ۗ اِنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعِقَا بِ
Artinya: “Dan tolong-menolonglah kamu dalam
(mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolongmenolong dalam berbuat dosa
dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat
berat siksa-Nya”.
d. QS. At-Taghabun/64:17
اِنْ تُقْرِضُوا اللّٰهَ قَرْضًا حَسَنًا
يُّضٰعِفْهُ لَـكُمْ وَيَغْفِرْ لَـكُمْ ۗ وَا للّٰهُ شَكُوْرٌ حَلِيْمٌ
Artinya: “Jika kamu meminjamkan kepada Allah
pinjaman yang baik, niscaya Allah melipatgandakan balasannya kepadamu dan
mengampuni kamu. Dan Allah Maha Pembalas Jasa lagi Maha Penyantun”[7]
2.
Al-Hadits
a. Ibnu Mas’ud meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad SAW
berkata, “Bukan seorang muslim (mereka) yang
meminjamkan (lainnya) dua kali kecuali yang satunya adalah (senilai) sedekah.” (HR. Ibnu Majah no. 2421, kitab
al-Ahkam; Ibnu Hibban dan Baihaqi) [8]
b. “As-Sunnah dari Anas ra, mengatakan
Rasulullah bersabda, “Pada malam peristiwa Isra’ aku melihat di pintu surge tertulis ‘shadaqoh (akan diganti) dengan sepuluh
kali lipat, sedangkan Qardh dengan delapan belas kali lipat, aku berkata: “Wahai Jibril, mengapa Qardh lebih utama
dari ‘Shadaqoh?” lalu ia menjawab; “Karena ketika meminta, peminta tersebut
memiliki sesuatu, sementara ketika berutang, orang tersebut tidak berhutang
kecuali karena kebutuhan.” (HR. Ibnu Majah dan Baihaqi dari Abbas
bin Malik ra, Thabrani dan Baihaqi meriwayatkan hadist serupa dari Abu Ummah
ra)
c. Dari Abu Hurairah menyatakan bahwa
Rasulullah bersabda “Barang siapa yang melepaskan dari seorang
muslim kesusahan dunia, maka Allah akan melepaskan kesusahannya pada hari
kiamat. Dan barangsiap menutupi aib seorang muslim di dunia, maka Allah akan
menutupi aibnya di dunia dan diakhirat, serta Allah akan senantiasa menolong
hambanya, selama hambanya itu menolong saudaranya.” (HR. At-Tirmidzi)[9]
C.
Teknik Pelaksanaan Al-Qardh
Dalam
Lembaga Keuangan Syariah/Perbankan Syariah satu-satunya akad berbentuk pinjaman
yang diterapkan dalam perbankan syariah adalah Qardh dan turunannya Qardhul
Hasan. Sebab, bunga dilarang dalam islam, maka pinjaman Qardh maupun Qardhul
Hasan merupakan pinjaman tanpa bunga. Lebih fokusnya, pinjaman Qardhul Hasan
merupakan pinjaman kebajikan yang tidak bersifat komersial. Sehingga disebut
akad Ta’awuniy (akad saling tolong menolong).
Berdasarkan fatwa DSN, maka yang menjadi pertimbangan DSN menetapkan al-Qardh
al-Hasan sebagai sebuah sistem perekonomian yang sah menurut syari’ah adalah:
a) Lembaga Keuangan Syariah (LKS) disamping
sebagai lemabaga komersial, dimana yang harus dapat berperan sebagai Lembaga
Sosial yang dapat meningkatkan perekonomian secara maksimal.
b) Sebagai salah satu sarana peningkatan
perekonomian yang dapat dilakukan oleh LKS adalah penyaluran dana melalui
prinsip al-Qardh, yakni suatu akad pinjaman kepada nasabah dengan ketentuan
bahwa nasabah wajib mengembalikan dana yang diterimanya kepada LKS pada waktu
yang telah disepakati oleh LKS dengan nasabah.
c) Akad tersebut sesuai dengan syari’ah islam, DSN memandang perlu mendapatkan
fatwa tentang akad al-Qardh untuk dijadikan pedoman oleh LKS
Sifat qordh tidak memberikan keuntungan
finansial, karena itu, pendanaan qordh dapat diambil menurut kategori berikut:
1) Qordh yang diperlukan untuk membantu
keuangan nasabah secara cepat dan bejangka pendek. Talangan diatas dapat diambilkan
dari modal bank.
2)
Qordh yang diperlukan untuk usaha sangat
kecil dan keperluam sosial, dapat bersumber dari dana zakat, infak, dan
sedekah. Berikut skema qordh untuk suatu usaha:
Dari skema diatas maka dapat digambarkan
bahwa LKS hanya sebagai wadah dalam menyalurkan dana umat. Baik berupa zakat,
infaq, dan sedekah dalam bentuk qordh yakni pinjaman tanpa adanya keuntungan.
LKS dalam hal ini memberikan penilaian yang berhak memperoleh dana pinjaman
qordh dan LKS tidak boleh menarik keuntugan yang diperjanjikan. Dalam qordh ini
nasabah wajib mengembalikan dana kepada LKS sebesar pinajaman yang telah
diperoleh dalam artian LKS menerima kembali modal dari nasabah.[10]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Qardh memiliki arti
pinjaman atau utang-piutang. Secara etimologi, qardh bermakna memotong. Sedangkan secara terminologi qardh adalah
pemberian atau meminjamkan harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau
diminta kembali sebanyak yang dipinjamkan.
Hakikatnya
al-qardh adalah pertolongan dan mempererat tali persaudaraan. Dimana al qard
juga mengandung nilai kemanusiaan dan sosial untuk memenuhi hajat peminjam,
tetapi bukan sarana yang hanya mencari keuntungan bagi yang meminjamkan namun
di qardh tidak ada imbalan atau kelebihan pengembalian.
Terdapat
hadist atau landasan dalam al-Qardh, seperti salah satunya yaitu Ibnu Mas’ud meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad SAW
berkata, “Bukan seorang muslim (mereka) yang
meminjamkan (lainnya) dua kali kecuali yang satunya adalah (senilai) sedekah.” (HR. Ibnu Majah no. 2421, kitab
al-Ahkam; Ibnu Hibban dan Baihaqi.
Satu-satunya akad berbentuk pinjaman yang diterapkan dalam
perbankan syariah adalah Qardh dan turunannya Qardhul Hasan. Sebab, bunga
dilarang dalam islam, maka pinjaman Qardh maupun Qardhul Hasan merupakan
pinjaman tanpa bunga. Lebih fokusnya, pinjaman Qardhul Hasan merupakan pinjaman
kebajikan yang tidak bersifat komersial.
Serta al-Qardh memberikan penilaian yang berhak memperoleh dana
pinjaman qordh dan LKS tidak boleh menarik keuntugan yang diperjanjikan. Dalam
qordh ini nasabah wajib mengembalikan dana kepada LKS sebesar pinajaman yang
telah diperoleh dalam artian LKS menerima kembali modal dari nasabah.
B.
Saran
Demikian
hasil pembahasan makalah kami mengenai Hadist tentang Al-Qardh. Semoga adanya
makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan mohon maaf apabila terdapat
kekurangan dan kesalahan pada teknik penulisan makalah ini ataupun isi
materinya. Penyusun berharap mendapatkan kritikan dan saran dari para pembaca
untuk kedepannya dapat menulis makalah yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Abd, A. (2011). Fiqih Perbankan Syariah . Bandung: PT
Refika Aditama.
Abd, A. S. (1993). Bunga Bank dalam Islam. Surabaya:
Al-Ikhlas.
Anggraini, B. (2022). akad tabarru' dan tijarah dalam
tinjauan fiqih muamalah . bengkulu: CV. Sinar Jaya Berseri.
Hananong., I. (2018). AL-QARDH AL-HASAN: SOFT AND BENEVOLENT
LOAN PADA BANK ISLAM. Jurnal Syari'ah dan Hukum, 171-182.
Indonesia, I. A. (2020). Akad, Tata Kelola dan Etika Syariah.
Jakarta: IKATAN AKUNTANSI INDONESIA.
Lathif, A. (2005). Fiqih Muamalah. Jakarta: UIN Jakarta
Press.
Muslich, A. W. (2010). FIQIH MUAMALAT. Jakarta: AMZAH.
Rais, I. (2011). Fiqih Muamalah dan Aplikasinya pada Lembaga
Keuangan Syariah. Jakarta: Lembaga Penelitiah UIN Syarif Hidayatullah .
Sabiq, S. (2008). Fiqih Sunnah. Jakarta: Pena Pundi
Aksara.
Syarifudin, A. (2003). Garis-Garis Besar Fiqih . Jakarta:
Prenada Jakarta.
[1] Isnawati Rais dan Hasanudin, Fiqh Muamalah dan Aplikasinya pada Lembaga
Keuangan Syariah, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah,
2011) Cet. 1, hlm.149
[2] Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, (Jakarta: Pena Pundi
Aksara, 2008), Jilid 4, hlm. 181
[3] Azharuddin Lathif, Fiqh Muamalat, (Jakarta: UIN Jakarta
Press, 2005), Cet.1, hlm. 150
[4] Atang Abd. Hakim, Fiqih
Perbankan Syariah (Bandung: PT Refika Aditama, 2011), 266
[5] Abu Sura’i Abd. al-Hadi, Bunga Bank Dalam Islam, alih bahasa:
Muhammad Thalib (Surabaya: al-Ikhlas, 1993) 125
[7] Ismail
Hananong, AL-QARDH AL-HASAN: SIFT AND BENEVOLET LOAN PADA BANK ISLAM. Jurnal
Syariah dan Hukum, 2018. Hal 175-176
[8] Ismail
Hananong. AL-QARDH AL-HASAN: SOFT AND BENEVOLENT LOAN PADA BANK ISLAM. Jurnal
Syari'ah dan Hukum, 2018. hal.176-177
[10] Ikatan Akuntansi Indonesia. Akad, Tata Kelola dan Etika Syariah. Jakarta: IKATAN AKUNTANSI INDONESIA. 2020. hal.193-194
Komentar
Posting Komentar