HADIST TENTANG AL-QORDL

 

HADIST TENTANG AL-QORDL




DAFTAR ISI

 

KATA PENGANTAR............................................................................................... i

DAFTAR ISI............................................................................................................. ii

BAB I  PENDAHULUAN........................................................................................ 1

A.    Latar Belakang Masalah................................................................................. 1

B.    Rumusan Masalah........................................................................................... 1

C.    Penyelesaian Makalah..................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................... 3

A.    Pengertian Al-Qardh....................................................................................... 3

B.    Hadis dan Landasan Lain yang terkait dengan Al-Qardh.................................. 4

1.     Al-Qur’an................................................................................................... 4

2.     Al-Hadits.................................................................................................... 5

C.    Teknik Pelaksanaan Al-Qardh........................................................................ 6

BAB III PENUTUP.................................................................................................. 9

A.    Kesimpulan.................................................................................................... 9

B.    Saran........................................................................................................... 10

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................. 11

 

 


 


BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang Masalah

Di transaksi ekonomi syariah terdapat berbagai macam bentuk transaksi kerjasama usaha, yaitu salah satunya al-qardh. Dimana al- qardh ini merupakan transaksi akad pinjaman atau perjanjian pinjam meminjam, tanpa adanya tambahan. Qardh juga berartikan pemberian atau meminjamkan harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali sebanyak yang dipinjamkan.

Qard juga termasuk dalam jenis muamalah yang bersifat ta’awun atau pertolongan kepada pihak lain untuk memenuhi kebutuhannya. Dalam al-qardh terdapat landasan yang terkait seperti dalam Al-Quran maupun Hadits. Al-Quran dan hadist ini merupakan acuan dalam sebuah transaksi al qardh dengan tujuan dapat mengetahui landasannya.

Al-Qardh juga terdapat teknik pelaksanaannya, seperti dalam akad berbentuk pinjaman yang diterapkan dalam perbankan syariah adalah Qardh dan turunannya Qardhul Hasan. Sebab, bunga dilarang dalam islam, maka pinjaman Qardh maupun Qardhul Hasan merupakan pinjaman tanpa bunga. Serta memiliki sifat qordh tidak memberikan keuntungan finansial.

LKS dalam hal ini memberikan penilaian yang berhak memperoleh dana pinjaman qordh dan LKS tidak boleh menarik keuntugan yang diperjanjikan. Dalam qordh ini nasabah wajib mengembalikan dana kepada LKS sebesar pinajaman yang telah diperoleh dalam artian LKS menerima kembali modal dari nasabah

B.     Rumusan Masalah

1.      Apa pengertian dari Al-Qardh?

2.      Bagaimana landasan Al-Qardh dalam Hadis maupun landasan lainnya?

3.      Bagaimana teknis peksanaan Al-Qardh?

C.     Penyelesaian Makalah

1.      Mengetahui tentang pengertian Al-Qardh.

2.      Mengetahui tentang hadist dan landasan lain yang terkait dengan Al-Qardh.

3.      Mengetahui tentang bagaimana cara pekasanaan Al-Qardh.


BAB II
PEMBAHASAN

A.     Pengertian Al-Qardh

Qardh memiliki arti pinjaman atau utang-piutang. Secara etimologi, qardh bermakna memotong.[1] Maksud dari arti tersebut adalah karena uang yang diambil oleh orang yang meminjamkan memotong sebagian hartanya.[2] Harta diberikan kepada muqtariq (yang diajak akad qardh) dinamakan qarad, sebab hal itu merupakan potongan dari harta muqrid (pemilik barang).[3]

Sedangkan secara terminologi qardh adalah pemberian atau meminjamkan harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali sebanyak yang dipinjamkan. Dengan kata lain qardh ini tidak ada imbalan atau tambahan nilai pengembalian.[4] Untuk secara umumnya, makna qard mirip jual beli karena termasuk dalam bentuk pengalihan hak milik harta dengan harta (Al-Mughni/VI:313 dan Al-Muwafaqat/VI:42).

Abu Sura’i Abd al-Hadi berpendapat bahwa qardh adalah sesuatu transaksi yang menyempurnakan jalan pemilikan harta kepada pihak lain secara sukarela untuk dikembalikan lagi kepadanya dengan hal yang serupa atau seseorang menyerahkan harta kepada pihak lain untuk dimanfaatkan dan kemudian orang tersebut mengembalikan penggantinya.[5]

Dari definisi tersebut dapat disimpulkan, qardh adalah salah satu jenis pendekatan untuk bertaqarrub kepada Allah dan jenis muamalah yang bersifat ta’awun (pertolongan) kepada pihak lain untuk memenuhi kebutuhannya. Hal ini dikarenakan muqtaridh (penghutang/debitur) tidak dibebankan atau diwajibkan untuk memberikan iwadh (tambahan) dalam pengembalian harta yang dipinjamkannya kepada muqridh (yang memberikan pinjaman/kreditur), karena qardh menumbuhkan sifat lemah lembut kepada manusia, megasihi dan memberikan kemudahan dalam urusan kehidupan serta memberikan jalan keluar dari duka dan kabut yang menyelimuti.

Hakikatnya al-qardh adalah pertolongan dan mempererat tali persaudaraan. Dimana al qard juga mengandung nilai kemanusiaan dan sosial untuk memenuhi hajat peminjam, tetapi bukan sarana yang hanya mencari keuntungan bagi yang meminjamkan namun di qardh tidak ada imbalan atau kelebihan pengembalian.

Definisi utang piutang yang mudah dipahami seperti harta yang diserahkan dalam bentuk uang dan dilunasi tepat waktu dengan nilai yang sama. Yang dimaksud dengan menyerahkan harta adalah pemilik yang melepaskan kepemilikkannya. Sedangkan kata dilunasi tepat waktu merupakan pelepasan hak yang hanya bersifat sementara, dalam artian manfaat yang dialihkan. Untuk kata dalam bentuk uang disini berartikan uang yang diukur atau dinilai dengan uang. Dari ilustrasi tersebut dibedakan dengan pinjam meminjam, karena yang diserahkan disini adalah harta berupa barang. Dari kata nilai yang sama berartikan bahwa pengembalian yang mengakibatkan peningkatan nilai bukanlah hutang, tetapi riba. Dengan kata lain dikembalikan itu adalah nilai, maka apabila yang dikembalikan wujudnya sama ini termasuk pada pinjaman dan bukan utang piutang.[6]

B.     Hadis dan Landasan Lain yang terkait dengan Al-Qardh

Al-Qordh memiliki beberapa landasan hukum diantaranya;

1.      Al-Quran

a.       Qs. Al-Hadid surat 57 ayat 11

مَنْ ذَا الَّذِيْ يُقْرِضُ اللّٰهَ قَرْضًا حَسَنًا فَيُضٰعِفَهٗ لَهٗ وَلَهٗۤ اَجْرٌ كَرِيْمٌ

Artinya: Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, Maka Allah akan melipatgandakan (balasan) pinjaman itu untuknya, dan Dia akan memperoleh pahala yang banyak.

b.      QS. Al-Baqarah/2:245

مَنْ ذَا الَّذِيْ يُقْرِضُ اللّٰهَ قَرْضًا حَسَنًا فَيُضٰعِفَهٗ لَهٗۤ اَضْعَا فًا کَثِيْرَةً ۗ وَا للّٰهُ يَقْبِضُ وَيَبْصُۜطُ ۖ وَ اِلَيْهِ تُرْجَعُوْنَ

Artinya:

Al-Quran siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan meperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah SWT menyempitkan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan.

c.       QS. Al-Maidah/5:2

وَتَعَاوَنُوْا عَلَى الْبِرِّ وَا لتَّقْوٰى ۖ وَلَا تَعَاوَنُوْا عَلَى الْاِ ثْمِ وَا لْعُدْوَا نِ ۖ وَا تَّقُوا اللّٰهَ ۗ اِنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعِقَا بِ

Artinya: Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolongmenolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.

d.      QS. At-Taghabun/64:17

اِنْ تُقْرِضُوا اللّٰهَ قَرْضًا حَسَنًا يُّضٰعِفْهُ لَـكُمْ وَيَغْفِرْ لَـكُمْ ۗ وَا للّٰهُ شَكُوْرٌ حَلِيْمٌ

Artinya: Jika kamu meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, niscaya Allah melipatgandakan balasannya kepadamu dan mengampuni kamu. Dan Allah Maha Pembalas Jasa lagi Maha Penyantun[7]

2.      Al-Hadits

a.       Ibnu Masud meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad SAW berkata, Bukan seorang muslim (mereka) yang meminjamkan (lainnya) dua kali kecuali yang satunya adalah (senilai) sedekah. (HR. Ibnu Majah no. 2421, kitab al-Ahkam; Ibnu Hibban dan Baihaqi) [8]

b.      As-Sunnah dari Anas ra, mengatakan Rasulullah bersabda, Pada malam peristiwa Isra aku melihat di pintu surge tertulis shadaqoh (akan diganti) dengan sepuluh kali lipat, sedangkan Qardh dengan delapan belas kali lipat, aku berkata: Wahai Jibril, mengapa Qardh lebih utama dari Shadaqoh? lalu ia menjawab; Karena ketika meminta, peminta tersebut memiliki sesuatu, sementara ketika berutang, orang tersebut tidak berhutang kecuali karena kebutuhan. (HR. Ibnu Majah dan Baihaqi dari Abbas bin Malik ra, Thabrani dan Baihaqi meriwayatkan hadist serupa dari Abu Ummah ra)

c.       Dari Abu Hurairah menyatakan bahwa Rasulullah bersabda Barang siapa yang melepaskan dari seorang muslim kesusahan dunia, maka Allah akan melepaskan kesusahannya pada hari kiamat. Dan barangsiap menutupi aib seorang muslim di dunia, maka Allah akan menutupi aibnya di dunia dan diakhirat, serta Allah akan senantiasa menolong hambanya, selama hambanya itu menolong saudaranya. (HR. At-Tirmidzi)[9]

C.     Teknik Pelaksanaan Al-Qardh

Dalam Lembaga Keuangan Syariah/Perbankan Syariah satu-satunya akad berbentuk pinjaman yang diterapkan dalam perbankan syariah adalah Qardh dan turunannya Qardhul Hasan. Sebab, bunga dilarang dalam islam, maka pinjaman Qardh maupun Qardhul Hasan merupakan pinjaman tanpa bunga. Lebih fokusnya, pinjaman Qardhul Hasan merupakan pinjaman kebajikan yang tidak bersifat komersial. Sehingga disebut akad Taawuniy (akad saling tolong menolong). Berdasarkan fatwa DSN, maka yang menjadi pertimbangan DSN menetapkan al-Qardh al-Hasan sebagai sebuah sistem perekonomian yang sah menurut syariah adalah:

a)      Lembaga Keuangan Syariah (LKS) disamping sebagai lemabaga komersial, dimana yang harus dapat berperan sebagai Lembaga Sosial yang dapat meningkatkan perekonomian secara maksimal.

b)      Sebagai salah satu sarana peningkatan perekonomian yang dapat dilakukan oleh LKS adalah penyaluran dana melalui prinsip al-Qardh, yakni suatu akad pinjaman kepada nasabah dengan ketentuan bahwa nasabah wajib mengembalikan dana yang diterimanya kepada LKS pada waktu yang telah disepakati oleh LKS dengan nasabah.

c)      Akad tersebut sesuai dengan syariah islam, DSN memandang perlu mendapatkan fatwa tentang akad al-Qardh untuk dijadikan pedoman oleh LKS

Sifat qordh tidak memberikan keuntungan finansial, karena itu, pendanaan qordh dapat diambil menurut kategori berikut:

1)      Qordh yang diperlukan untuk membantu keuangan nasabah secara cepat dan bejangka pendek. Talangan diatas dapat diambilkan dari modal bank.

2)     
Qordh yang diperlukan untuk usaha sangat kecil dan keperluam sosial, dapat bersumber dari dana zakat, infak, dan sedekah. Berikut skema qordh untuk suatu usaha:

 

 

 

 

Dari skema diatas maka dapat digambarkan bahwa LKS hanya sebagai wadah dalam menyalurkan dana umat. Baik berupa zakat, infaq, dan sedekah dalam bentuk qordh yakni pinjaman tanpa adanya keuntungan. LKS dalam hal ini memberikan penilaian yang berhak memperoleh dana pinjaman qordh dan LKS tidak boleh menarik keuntugan yang diperjanjikan. Dalam qordh ini nasabah wajib mengembalikan dana kepada LKS sebesar pinajaman yang telah diperoleh dalam artian LKS menerima kembali modal dari nasabah.[10]


 


BAB III
PENUTUP

A.     Kesimpulan

Qardh memiliki arti pinjaman atau utang-piutang. Secara etimologi, qardh bermakna memotong. Sedangkan secara terminologi qardh adalah pemberian atau meminjamkan harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali sebanyak yang dipinjamkan.

Hakikatnya al-qardh adalah pertolongan dan mempererat tali persaudaraan. Dimana al qard juga mengandung nilai kemanusiaan dan sosial untuk memenuhi hajat peminjam, tetapi bukan sarana yang hanya mencari keuntungan bagi yang meminjamkan namun di qardh tidak ada imbalan atau kelebihan pengembalian.

Terdapat hadist atau landasan dalam al-Qardh, seperti salah satunya yaitu Ibnu Masud meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad SAW berkata, Bukan seorang muslim (mereka) yang meminjamkan (lainnya) dua kali kecuali yang satunya adalah (senilai) sedekah. (HR. Ibnu Majah no. 2421, kitab al-Ahkam; Ibnu Hibban dan Baihaqi.

Satu-satunya akad berbentuk pinjaman yang diterapkan dalam perbankan syariah adalah Qardh dan turunannya Qardhul Hasan. Sebab, bunga dilarang dalam islam, maka pinjaman Qardh maupun Qardhul Hasan merupakan pinjaman tanpa bunga. Lebih fokusnya, pinjaman Qardhul Hasan merupakan pinjaman kebajikan yang tidak bersifat komersial.

Serta al-Qardh memberikan penilaian yang berhak memperoleh dana pinjaman qordh dan LKS tidak boleh menarik keuntugan yang diperjanjikan. Dalam qordh ini nasabah wajib mengembalikan dana kepada LKS sebesar pinajaman yang telah diperoleh dalam artian LKS menerima kembali modal dari nasabah.

 

B.     Saran

Demikian hasil pembahasan makalah kami mengenai Hadist tentang Al-Qardh. Semoga adanya makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan mohon maaf apabila terdapat kekurangan dan kesalahan pada teknik penulisan makalah ini ataupun isi materinya. Penyusun berharap mendapatkan kritikan dan saran dari para pembaca untuk kedepannya dapat menulis makalah yang lebih baik.

 


 


DAFTAR PUSTAKA

 

 

Abd, A. (2011). Fiqih Perbankan Syariah . Bandung: PT Refika Aditama.

Abd, A. S. (1993). Bunga Bank dalam Islam. Surabaya: Al-Ikhlas.

Anggraini, B. (2022). akad tabarru' dan tijarah dalam tinjauan fiqih muamalah . bengkulu: CV. Sinar Jaya Berseri.

Hananong., I. (2018). AL-QARDH AL-HASAN: SOFT AND BENEVOLENT LOAN PADA BANK ISLAM. Jurnal Syari'ah dan Hukum, 171-182.

Indonesia, I. A. (2020). Akad, Tata Kelola dan Etika Syariah. Jakarta: IKATAN AKUNTANSI INDONESIA.

Lathif, A. (2005). Fiqih Muamalah. Jakarta: UIN Jakarta Press.

Muslich, A. W. (2010). FIQIH MUAMALAT. Jakarta: AMZAH.

Rais, I. (2011). Fiqih Muamalah dan Aplikasinya pada Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta: Lembaga Penelitiah UIN Syarif Hidayatullah .

Sabiq, S. (2008). Fiqih Sunnah. Jakarta: Pena Pundi Aksara.

Syarifudin, A. (2003). Garis-Garis Besar Fiqih . Jakarta: Prenada Jakarta.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 



[1] Isnawati Rais dan Hasanudin, Fiqh Muamalah dan Aplikasinya pada Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah, 2011) Cet. 1, hlm.149

[2] Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2008), Jilid 4, hlm. 181

[3] Azharuddin Lathif, Fiqh Muamalat, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), Cet.1, hlm. 150

[4] Atang Abd. Hakim, Fiqih Perbankan Syariah (Bandung: PT Refika Aditama, 2011), 266

[5] Abu Sura’i Abd. al-Hadi, Bunga Bank Dalam Islam, alih bahasa: Muhammad Thalib (Surabaya: al-Ikhlas, 1993) 125

[7] Ismail Hananong, AL-QARDH AL-HASAN: SIFT AND BENEVOLET LOAN PADA BANK ISLAM. Jurnal Syariah dan Hukum, 2018. Hal 175-176

[8] Ismail Hananong. AL-QARDH AL-HASAN: SOFT AND BENEVOLENT LOAN PADA BANK ISLAM. Jurnal Syari'ah dan Hukum, 2018. hal.176-177

 

[10] Ikatan Akuntansi Indonesia. Akad, Tata Kelola dan Etika Syariah. Jakarta: IKATAN AKUNTANSI INDONESIA. 2020. hal.193-194

Komentar

Postingan Populer