ijrah

 



BAB I PEMBAHASAN


Manusia merupakan makhluk sosial yang tak dapat hidup tanpa bantuan orang lain. Dalam hidupnya, manusia bersosialisasi dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, yang termasuk di dalamnya merupakan kegiatan ekonomi. Segala bentuk interaksi sosial guna memenuhi kebutuhan hidup manusia memerlukan ketentuan- ketentuan yang membatasi dan mengatur kegiatan tersebut.

Islam pun mengatur hubungan interaksi sosial ini yang disebut muamalah. Contoh hukum islam yang termasuk muamalah satunya adalah ijarah. Ijarah merupakan menjual manfaat yang dilakukan seseorang dengan orang lain dengan menggunakan ketentuan syariat islam. Kegiatan ijarah ini tidak dapat dilepaskan dari kehidupan kita sehari-hari baik di lingkungan keluarga maupun masyarakat sekitar kita. Oleh sebab itu, penting untuk kita mengetahui apa pengertian dari ijarah sebenarnya, rukun dan syaratnya, teknis pelaksanaan ijarah serta bagaimana hadist dan landasan lain yang terkait  dengan  ijarah.  Yang  mana  hal-hal  ini  akan  dijelaskan  dalam pembahasan makalah ini.

 

 

 

B.  Rumusan Masalah

1.   Apa Pengertian Ijarah?

 

2.   Apa saja Hadist dan landasan lain yang terkait ijarah?

 

3.   Bagaimana teknis pelaksanaan ijarah?

 

 

 

 

C.  Tujuan Pembuatan Makalah

1.   Untuk mengetahui pengertian ijarah.

 

2.   Untuk mengetahui hadist dan landasan lain terkait ijarah.

 

3.   Untuk mengetahui teknis pelaksanaan ijarah.


 

 

 

 

A.  Pengertian Ijarah


BAB II PEMBAHASAN


Salah satu bentuk kegiatan manusia dalam muamalah adalah ijarah atau sewa- menyewa, kontrak, menjual jasa, upah-mengupah dan lain-lain. Al Ijarah berasal dari kata Al Ajru yang berarti Al Iwaḍu (ganti).1  Ijarah menurut arti bahasa adalah nama upah.2   Menurut pengertian syara, Al Ijarah ialah: Suatu jenis akad untuk mengambil manfaat dengan jalan penggantian.3

Dari pengertian di atas terlihat bahwa yang dimaksud dengan sewa menyewa

 

itu adalah pengambilan manfaat sesuatu benda, jadi dalam hal ini bendanya tidak kurang sama sekali, dengan perkataan lain dengan terjadinya peristiwa sewa- menyewa, yang berpindah hanyalah manfaat dari benda yang disewakan tersebut, dalam hal ini dapat berupa manfaat barang seperti kendaraan, rumah dan manfaat karya seperti pemusik, bahkan dapat juga berupa karya pribadi seperti pekerja.4

Menurut Syayid Sabiq dalam Fiqh Sunnah, al-ijarah berasal dari kata al- Ajru yang berarti al-Iwadhu (ganti/kompensasi). Ijarah dapat didefinisikan sebagai akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa, dalam waktu tertentu dengan pembayaran upah sewa (ujrah), tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang itu sendiri. 5

Secara terminology, ada beberapa definisi al-ijarah yang dikemukakan para ulama fiqh. Menurut ulama Syafiiyah, ijarah adalah akad atas suatu kemanfaatan dengan pengganti.6  Menurut Hanafiyah bahwa ijarah adalah akad untuk membolehkan pemilikan manfaat yang di ketahui dan di sengaja dari suatu zat yang disewa dengan imbalan.7  Sedangkan ulama Malikiyah dan Hanabilah, ijarah adalah menjadikan milik suatu kemanfaatan yang mubah dalam waktu tertentu dengan pengganti. Selain itu ada yang menerjemahkan ijarah sebagai jual beli jasa (upah- mengupah),  yakni  mengambil manfaat  tenaga manusia,  yang  ada  manfaat  dari

barang.8

 

 

 

 

1 Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 13, terj. Kamaluddin A. Marzuki, (Bandung: Al Maarif , 1987),7.

2   Aliy Asad, Tarjamah Fathul Mu’in 2 (Kudus: Menara Kudus), 286.

3 Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 13,terj. Kamaluddin A. Marzuki, 7.

4 Chairuman Pasaribu dan Suhrawardi K. Lubis, Hukum Perjanjian Dalam Islam, 52.

5 Sri Nurhayati-Wasilah, Akuntansi Syariah di Indonesia (Jakarta: Salemba Empat, 2009) cet. ke 1, hal. 216.

6 Rahmat Syafei, Fiqih Muamalah, Pustaka Setia, Bandung, 2001, h. 121.

7 Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2010, h. 114.

8 Rahmat Syafei, Op.cit., h. 122


Jadi, dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa ijarah adalah menukar sesuatu dengan ada imbalannya atau didefinisikan pula sebagai menjual manfaat dan upah-mengupah adalah menjual tenaga atau kekuatan.

Rukun dan syarat ijarah:

 

1.   Rukun ijarah

 

Rukun dari ijarah sebagai suatu transaksi adalah akad atau perjanjian kedua belah pihak, yang menunjukkan bahwa transaksi itu telah berjalan secara suka sama suka.9  Adapun unsur yang terlibat dalam transaksi ijarah itu adalah:

a.   Orang yang menggunakan jasa, baik dalam bentuk tenaga atau benda yang kemudian memberikan upah atas jasa tenaga atau sewa dari jasa benda yang digunakan, disebut pengguna jasa (mūjir).

b.   Orang yang memberikan, baik dengan tenaganya atau dengan alat yang dimilikinya, yang kemudian menerima upah dari tenaganya atau sewa dari benda yang dimilikinya, disebut pemberi jasa atau (mustajir).

c.   Objek transaksi yaitu jasa, baik dalam bentuk tenaga atau benda yang

 

digunakan disebut (majur).

 

d.   Imbalan atau jasa yang diberikan disebut upah atau sewa (ujrah).

 

Menurut Hanafiyah, rukun dan syarat ijarah hanya ada satu, yaitu ijab dan qabul, yaitu pernyataan dari orang yang menyewa dan meyewakan.

10Sedangkan menurut jumhur ulama, Rukun-rukun dan syarat ijarah ada empat, yaitu Aqid (orang yang berakad), sighat, upah, dan manfaat.

 

1.   Aqid (orang yang berakad)

 

Orang yang melakukan akad ijarah ada dua orang yaitu mujir dan mustajir. Mujir adalah orang yang memberikan upah atau yang menyewakan. Sedangkan Mustajir adalah orang yang menerima upah untuk melakukan sesuatu dan yang menyewa sesuatu.11  Bagi yang berakad ijarah di syaratkan mengetahui manfaat barang yang di jadikan

akad sehingga dapat mencegah terjadinya perselisihan. Untuk kedua

 

 

 

 

9 Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqih, 217-218.

10 Nasrun Haroen, op.Cit.,h.230

11 Ibid.,h. 117


belah pihak yang melakukan akad disyaratkan berkemampuan, yaitu kedua-duanya berakal dan dapat membedakan. Jika salah seorang yang berakal itu gila atau anak kecil yang belum dapat membedakan baik ataupun buruk , maka akad menjadi tidak sah.12

2.   Sighat Akad

 

Yaitu suatu ungkapan para pihak yang melakukan akad berupa ijab dan qabul adalah permulaan penjelasan  yang  keluar  dari salah seorang yang berakad sebagai gambaran kehendaknya dalam mengadakan akad ijarah.13 Dalam Hukum Perikatan Islam, ijab diartikan dengan suatu pernyataan janji atau penawaran dari pihak pertama untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Sedangkan qobul adalah suatu pernyataan yang diucapkan dari pihak yang berakad pula (mustajir) untuk penerimaan kehendak dari pihak pertama yaitu setelah adanya ijab.14

3.   Ujroh (upah)

 

Ujroh yaitu sesuatu yang diberikan kepada mustajir atas jasa yang telah diberikan atau diambil manfaatnya oleh mujir. Dengan syarat hendaknya:

a.    Sudah jelas/sudah diketahui jumlahnya. Karena ijarah akad timbal balik, karena itu iijarah tidak sah dengan upah yang belum diketahui.

b.   Pegawai khusus seperti hakim tidak boleh mengambil uang dari pekerjaannya, karena dia sudah mendapatkan gaji khusus dari pemerintah. Jika dia mengambil gaji dari pekerjaannya berarti dia mendapat gaji dua kali dengan hanya mengerjakan satu pekerjaan saja.

c.     Uang yang harus diserahkan bersamaan dengan penerimaan barang yang disewa. Jika lengkap manfaat yang disewa, maka uang sewanya harus lengkap.15

4.   Manfaat

 

 

 

 

12 Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah jilid 4, Pena Ilmu dan Amal, Jakarta, 2006, h. 205

13 Hendi Suhendi, Op.cit., h.116

14 Hendi Suhendi, Op.cit.,h. 117

15  Muhammad Rawwas Qal Ahji, Ensiklopedi Fiqh Umar bin Khattab, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta,

1999, h. 178


Di antara  cara untuk  mengetahui  maqud  alaih  (barang)  adalah dengan menjelaskan manfaatnya, pembatasan waktu, atau menjelaskan jenis pekerjaan jika ijarah atas pekerjaan atau jasa seseorang. Semua harta benda boleh diakadkan ijarah di atasnya, kecuali yang memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a.    Manfaat  dari objek  akad  sewa-menyewa  harus  diketahui  secara jelas. Hal ini dapat dilakukan, misalnya dengan memeriksa atau pemilik informasi secara transparan tentang kualitas manfaat barang.

b. Objek ijarah dapat diserahterimakan dan dimanfaatkan secara langsung dan tidak mengandung cacat yang menghalangi fungsinya. Tidak dibenarkan transaksi ijarah atas harta benda yang masih dalam penguasaan pihak ketiga.

c.     Objek  ijarah dan manfaatnya tidak bertentangan dengan Hukum Syara‟. Misalnya menyewakan VCD porno dan menyewakan rumah untuk kegiatan maksiat tidak sah.

d.   Objek  yang  disewakan  manfaat  langsung  dari  sebuah  benda.

 

Misalnya, sewa rumah untuk ditempati, mobil untuk dikendarai, dan sebagainya. Tidak dibenarkan sewa-menyewa manfaat suatu benda yang sifatnya tidak langsung. Seperti, sewa pohon mangga untuk diambil buahnya, atau sewa-menyewa ternak untuk diambil keturunannya, telurnya, bulunya ataupun susunya.

e.   Harta benda yang menjadi objek ijarah haruslah harta benda yang bersifat istymali, yakni harta benda yang dapat dimanfaatkan berulangkali tanpa mengakibatkan kerusakan zat dan pengurusan sifatnya. Sedangkan harta benda yang bersifat istihlaki adalah harta benda yang rusak atau berkurang sifatnya karna pemakaian. Seperti makanan, buku tulis, tidak sah ijarah diatasnya.16

2.   Syarat Ijarah

 

Menurut M.Ali Hasan syarat-syarat ijarah yaitu:17

 

a.   Syarat bagi kedua orang yang berakad adalah telah baligh dan berakal

 

(Madzhab Syafii dan Hambali). Apabila orang itu belum atau tidak

 

 

 

 

16 Ibid.,h.127

17 M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, h. 227


berakal seperti anak kecil atau orang gila menyewa hartanya, atau diri mereka sebagai buruh (tenaga dan ilmu boleh disewa), maka Ijarah nya tidak sah. Berbeda dengan Mazhab Hanafi dan maliki bahwa orang yang melakukan akad, tidak harus mencapai usia baligh, tetapi anak yang telah  mumayiz pun boleh  melakukan akad  Ijarah dengan ketentuan disetujui oleh walinya.

b.   Kedua  belah  pihak  yang  melakukan  akad  menyatakan  kerelaannya untuk melakukan akad Ijarah itu, apabila salah seorang keduanya terpaksa melakukan akad maka akadnya tidak sah.

c.   Manfaat  yang  menjadi  objek  Ijarah  harus  diketahui  secara  jelas, sehingga tidak terjadi perselisihan dibelakang hari jika manfaatnya tidak jelas. Maka, akad itu tidak sah.

d.   Objek Ijarah itu dapat diserahkan dan dipergunakan secara langsung dan tidak ada cacatnya. Oleh sebab itu, ulama fiqih sepakat mengatakan bahwa tidak boleh menyewa sesuatu yang tidak dapat diserahkan, dimanfaatkan langsung oleh penyewa. Umpamanya rumah atau took harus siap pakai atau tentu saja sangat bergantung kepada penyewa apakah dia mau melanjutkan akad itu atau tidak, sekiranya rumah itu atau toko itu disewa oleh orang lain maka setelah itu habis sewanya baru dapat disewakan oleh orang lain.

e.   Objek Ijarah itu sesuatu yang dihalalkan oleh syara. Oleh sebab itu ulama fikih sependapat bahwa tidak boleh menggaji tukang sihir, tidak boleh menyewa orang untuk membunuh (pembunuh bayaran), tidak boleh menyewakan rumah untuk tempat berjudi atau tempat prostitusi (pelacuran). Demikian juga tidak boleh menyewakan rumah kepada non-muslim untuk tempat mereka beribadat.18

 

Berakhirnya akad ijarah:

 

 

Para ulama fiqih menyatakan bahwa akad ijarah akan berakhir, apabila:

 

a.   Obyek  hilang  atau  musnah,  seperti rumah  terbakar  atau  baju  yang dijahitkan hilang.

 

 

 

 

 

18 M. Ali Hasan, Op.,Cit, h. 231


b.   Tenggang  waktu  yang  disepakati dalam akad  ijarah  telah  berakhir.

 

Apabila yang disewakan itu rumah, maka rumah itu dikembalikan kepada pemiliknya, dan apabila yang disewa itu jasa seseorang, maka ia berhak menerima upahnya. Kedua hal ini telah disepakati oleh ulama fiqih.

c.  Menurut ulama Hanafiah, wafatnya salah seorang yang berakad, karena akad  al-ijarah,  menurut  mereka,  tidak  boleh diwariskan.  Sedangkan menurut jumhur ulama, akad al-ijarah tidak batal dengan wafatnya salah seorang yang berakad, karena manfaat, menurut mereka, boleh diwariskan dan al-ijarahsama dengan jual beli, yang mengikat kedua belah pihak yang berakad.

d.  Menurut ulama Hanafiah, apabila ada uzur dari salah satu pihak, seperti rumah yang disewakan disita negara karena terkait utang yang banyak, maka akad al-ijarah batal.

 

B.  Hadist dan landasan lain yang terkait Ijarah

Al-ijarah dalam bentuk sewa menyewa maupun dalam bentuk upah mengupah merupakan muamalah yang telah disyariatkan dalam Islam. Hukum asalnya menurut Jumhur Ulama adalah mubah atau boleh bila dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh syara berdasarkan ayat al-Quran, hadis-hadis Nabi dan ketetapan Ijma Ulama.

Adapun dasar  hukum tentang  kebolehan al-ijarah dalam al-Quran terdapat dalam beberapa ayat diantaranya firman Allah antara lain:19

1.   Surat At-Talaq ayat 6:

 

نهونكسا نم ثيح متنكس نم مكدجو لو نهوراضت اوقيضتل نهيلع ناو نك تلواِ لمح اوقفناف نهيلع ىتح نعضي نهلمح ناف نعضرا مكل نهوتافِِ نهروجا اورمتأو مكنيب فورعمب ناو مترساعت عضرتسف هل ىرخا

Artinya: Tempatkanlah mereka (para istri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. Dan jika mereka (istri-istri yang sudah ditalak) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkahnya sampai mereka melahirkan, kemudian jika mereka menyusukan (anak- anak)mu     maka     berikanlah     imbalannya     kepada     mereka;     dan


musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan, maka perempuan lain boleh menyusukan (anak

itu) untuknya.20

 

 

 


2.   Surah Qashas ayat 26:


 

تلاق امهىدحا تباي هرجأتسا نا ريخ نم ترجأتساِ يوقلا نيملا


 

Artinya:” Dan salah seorang dari kedua (perempuan) itu berkata, “Wahai ayahku! Jadikanlah dia sebagai pekerja (pada kita), sesungguhnya orang yang paling baik yang engkau ambil sebagai pekerja (pada kita) ialah orang yang kuat dan dapat dipercaya.21

 

 

3.   Surat Al-Baqarah ayat 233:

 

تدلاولاو نعضري نهدلوا نيلوح نيلماك نمل دارا ناِ متي ةعاضرلا  ىلعو دولوملا هل نهقزر نهتوسكو فورعملاب ل فلكت سفن لا اهعسو  ل اضتِر ةدلاو اهدلوب لو دولوم هل هدلوب ىلعو ثراولا لثم كلذ  ناف ادارا لاصف نع ضارت امهنم رواشتو لف حانج امهيلع ناو متدرا نا اوعضرتست مكدلوا لف حانج مكيلع اذا متملس ام متيتا فورعملاب اوقتاو اللّ اوملعاو ناِِ اللّ امب نولمعت ريصب

Artinya:” Dan ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, bagi yang ingin menyusui secara sempurna. Dan kewajiban ayah menanggung nafkah dan pakaian mereka dengan cara yang patut. Seseorang tidak dibebani lebih dari kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita karena anaknya dan jangan pula seorang ayah (menderita) karena anaknya. Ahli waris pun (berkewajiban) seperti itu pula. Apabila keduanya ingin menyapih dengan persetujuan dan permusyawaratan antara keduanya, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin menyusukan anakmu kepada orang lain, maka tidak ada dosa bagimu memberikan pembayaran dengan cara yang patut. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.22

 

 

4.   Surat Az-Zukhruf ayat 32:

 

 

 

 

20 13 Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya, 558

21 Ibid, 389

22 Binti Nur Asiyah, Manajemen Pembiayaan Bank Syariah, (Yogyakarta: Kalimedia, 2015), hlm. 216


مها نومسقي تمحر كبر نحن انمسق مهنيب مهتشيعم ىف ةويحلا ايندلا انعفرو مهضعب قوف ضعب تجرد ذختيل مهضعب اضعب ايرخس تمحرو كبر ريخ امم نوعمجي

Artinya:Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kamilah yang menentukan penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat memanfaatkan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.

 

 

Adapun dasar hukum dari hadist Nabi diantaranya adalah:

 

1.   Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Nabi saw, bersabda:

 

Rasulullah  saw berbekam,  kemudian  beliau  memberikan  upah  kepada tukang-tukang itu”

2.  Ahmad dan Abu Daud dari Sa‟d ibn Abi Waqqash:

 

 

Artinya: Dahulu kami menyewa tanah dengan bayaran hasil dari bagian tanah yang dekat dengan sungai dan tanah yang banyak mendapat air. Maka Rasulullah melarang cara yang demikian dan memerintahkan kami membayarnya dengan emas atau perak. (HR.Ahmad dan Abu Daud dan Nasai)

 

 

3.   Ibn Majah dalam kitabnya Sunan Ibn Majah (Majah, 1995: 20.)

 

Berikanlah upah atau jasa kepada orang yang diupah sebelum kering keringatnya”


 

 

 

4.  Abd Razaq dari Abu Hurairah Rasulullah Saw:

 

 

Artinya: Barang siapa yang meminta untuk menjadi buruh, beritahukanlah upahnya.(HR.Abd Razaq dari Abu Hurairah)

Adapun dasar hukum ijarah berdasarkan ijma ialah semua umat sepakat, tidak ada seorang ulama pun membantah kesepakatan (ijma) ini, sekalipun ada beberapa orang diantara mereka yang berbeda pendapat, tetapi hal itu tidak dianggap.23 Umat Islam pada masa sahabat telah berijma bahwa ijarah dibolehkan sebab bermanfaat bagi manusia.24

Perlu diketahui bahwa tujuan disyariatkannya ijarah itu adalah untuk memberikan   keringanan   kepada   umat   dalam   pergaulan   hidup.   Seseorang mempunyai uang tetapi tidak dapat bekerja; dipihak lain ada yang punya tenaga dan membutuhkan uang. Dengan adanya ijarah keduanya saling mendapat keuntungan dan memperoleh manfaat.

 

C. Teknis Pelaksanaan Ijarah

1.   Akad ijarah dalam perbankan Syariah

 

Akad ijarah diaplikasikan dalam perbankan syariah pada pembiayaan ijarah. Pembiayaan ijarah diluncurkan berdasarkan Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 09/DSN-MUI/IV/2000 tentang pembiayaan ijarah. Dalam fatwa ini dinyatakan bahwa ijarah merupakan akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah), tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri. Bank Islam yang mengoperasionalkan produk ijarah dapat melakukan operating lease maupun financial lease.

Pada umumnya bank syariah lebih banyak menggunakan ijarah muntahiya bittamlik karena lebih sederhana dalam pembukuannya. Selain itu, bank tidak direpotkan untuk mengurus pemeliharaan aset baik pada saat leasing

maupun sesudahnya.25   Mayoritas produk pembiayaan Bank Syariah saat ini

 

 

23 Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, 117

24 Rahmat Syafei, Fiqih Muamalah, 124.

25 Rozalinda, Op.cit, hlm. 136


masih terfokus pada produk-produk murabahah (jual beli). Pembiayaan murabahah sebenarnya memiliki kesamaan dengan pembiayaan ijarah. Yang membedakannya keduanya hanyalah objek transaksi yang diperjualbelikan tersebut. Dalam pembiayaan murabahah yang menjadi objek transaksi adalah barang. Sedangkan dalam pembiayaan ijarah objek transaksi adalah jasa. Dalam konteks perbankan Islam, ijarah adalah suatu lease contract di mana suatu bank atau lembaga keuangan menyewakan peralatan (equipment), sebuah bangunan atau barang-barang seperti mesin-mesin, pesawat terbang, dan lainnya kepada salah satu nasabahnya berdasarkan pembebanan biaya yang sudah ditentukan secara pasti sebelumnya (fixed charge). 26

Ijarah serupa dengan kegiatan leasing dalam sistem keuangan tradisional. Dalam transaksi ijarah, bank menyewakan suatu aset yang telah dibeli untuk nasabahnya dalam jangka waktu tertentu dan jumlah sewa yang telah disepakati bersama pada awal transaksi ijarah tersebut. Pada akhir perjanjian  tersebut,  barang  yang  disewa  itu  kembali kepada  bank.  Setelah barang yang disewakan itu kembali, bank dapat menyewakan kembali kepada orang lain.

Skema transaksi akad ijarah dalam perbankan syariah dilakukan dengan alur sebagai berikut:

1. Nasabah mengajukan permohonan ijarah dengan mengisi formulir permohonan. Berbagai informasi yang diberikan selanjutnya diverifikasi kebenarannya dan dianalisis kelayakannya oleh bank syariah. Bagi nasabah yang dianggap layak, selanjutnya diadakan perikatan dalam bentuk penandatanganan kontrak ijarah.

2.   Sebagaimana difatwakan oleh DSN, bank selanjutnya menyediakan objek sewa yang akad digunakan oleh kepada nasabah. Bank dapat mewakilkan kepada nasabah untuk mencairkan barang atau jasa yang akan disewa nasabah untuk selanjutnya dibei atau dibayar oleh bank syariah.

3.   Nasabah menggunakan barang atau jasa yang disewakan sebagaimana yang telah disepakati dalam kontrak. Selama penggunaan objek sewa, nasabah menjaga  dan  menanggung  biaya  pemeliharaan  barang  yang  disewakan

sesuai kesepakatan. Sekiranya terjadi kerusakan bukan karena kesalahan

 

 

 

26 Sutan Remy Sjahdeini, Op.cit, hlm. 70


penyewa, maka bank syariah sebagai pemberi sewa akan menanggung biaya perbaikannya.

4.   Nasabah penyewa membayar fee sewa kepada bank syariah sesuai dengan kesepakatan akad sewa. Kelima, pada transaksi IMBT, setelah masa ijarah selesai, bank sebagai pemilik barang dapat melakukan pengalihan hak milik kepada penyewa.27

Berikut adalah skema pola pembiayaan ijarah:

 

 

 

 

Seperti halnya juga pada transaksi murabahah, dalam transaksi ijarah harus terdapat dua akad, yaitu akad bai (jual-beli atau sale) antara bank dengan pemasok (dimungkinkan bank diwakili oleh nasabah yang memerlukan barang itu) dan akad ijarah antara bank dan nasabah. Bila tidak terjadi yang demikian itu, maka tidak terjadi transaksi ijarah. Perjanjian pembelian barang oleh bank dari pemasok  harus  berlangsung  mendahului  perjanjian  penyewaan  barang (yaitu akad ijarah).

 

Kedua transaksi tersebut harus merupakan dua transaksi yang berangkai tetapi tidak memiliki keterkaitan yang satu dengan yang lain. Artinya, bila terjadi cacat atau cidera janji pada perjanjian yang pertama tidak akan menimbulkan akibat hukum apa pun pada perjanjian yang kedua. Pada perjanjian ijarah, seperti halnya pada leasing  yang diberikan oleh lembaga


pembiayaan tradisional, pada akhir perjanjian ijarah barang yang disewa itu kembali kepada pihak yang menyewakan barang, yaitu bank.

 

Pada perjanjian ijarah sepanjang masa perjanjian ijarah tersebut kepemilikan atas barang tetap berada pada bank. Setelah barang kembali di akhir masa ijarah, bank dapat menyewakan kembali kepada pihak yang lain yang berminat atau menjual barang itu dengan memperoleh harga atas penjualan barang bekas (second hand) tersebut.28   Oleh karena dalam bank tidak boleh memiliki aset sebelum adanya permintaan dari nasabah, maka sebelum adanya akad ijarah antara nasabah dengan bank, bank harus membeli atau menyewa

barang atau jasa kepada pemasok dengan diwakili nasabah.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

28 Sutan Remy Sjahdeini, Op.cit, hlm. 265-266


 

 

 

 

 

 


 

 

 

A.  Kesimpulan


BAB III PENUTUP


1.   Ijarah adalah menukar sesuatu dengan ada imbalannya atau didefinisikan pula sebagai menjual manfaat dan upah-mengupah adalah menjual tenaga atau kekuatan.

2.   Unsur yang terlibat dalam transaksi ijarah yaitu: mujir, mustajir, majur,

 

ujrah.

 

3.   Rukun ijarah ada 4, yaitu: Aqid, shighat, upah dan manfaat.

 

4.   Syarat ijarah yaitu: Baligh dan berakal, Kedua belah pihak yang melakukan akad menyatakan kerelaannya untuk melakukan akad Ijarah, Manfaat yang menjadi objek Ijarah harus diketahui secara jelas, Objek Ijarah itu dapat diserahkan dan dipergunakan secara langsung dan tidak ada cacatnya, Objek Ijarah itu sesuatu yang dihalalkan oleh syara.

5.   Berakhirnya akad ijarah itu disebabkan karena: Obyek hilang atau musnah, Tenggang waktu yang disepakati dalam akad ijarah telah berakhir, wafatnya salah seorang yang berakad, apabila adanya udzur dari salah satu pihak.

6.   Skema transaksi ijarah dalam perbankan Syariah:

 

a. Nasabah mengajukan permohonan ijarah dengan mengisi formulir permohonan.  Berbagai  informasi  yang  diberikan  selanjutnya diverifikasi kebenarannya dan dianalisis kelayakannya oleh bank syariah. Bagi nasabah yang dianggap layak, selanjutnya diadakan perikatan dalam bentuk penandatanganan kontrak ijarah.

b.   Sebagaimana  difatwakan  oleh  DSN,  bank  selanjutnya  menyediakan objek sewa yang akad digunakan oleh kepada nasabah. Bank dapat mewakilkan kepada nasabah untuk mencairkan barang atau jasa yang akan disewa nasabah untuk selanjutnya diberi atau dibayar oleh bank syariah.

c.   Nasabah menggunakan barang atau jasa yang disewakan sebagaimana yang telah disepakati dalam kontrak. Selama penggunaan objek sewa, nasabah menjaga dan menanggung biaya pemeliharaan barang yang


disewakan sesuai kesepakatan. Sekiranya terjadi kerusakan bukan karena kesalahan penyewa, maka bank syariah sebagai pemberi sewa akan menanggung biaya perbaikannya.

d.  Nasabah penyewa membayar fee sewa kepada bank syariah sesuai dengan kesepakatan akad sewa. Kelima, pada transaksi IMBT, setelah masa  ijarah  selesai,  bank  sebagai pemilik  barang  dapat  melakukan

pengalihan hak milik kepada penyewa.

 


B.  Saran


 

Kami   menyadari   bahwa   makalah   ini   masih   sangat   jauh   dari


 

kesempurnaan. Masih banyak kesalahan dan kekurangan dalam penulisan makalah ini, baik yang kami sengaja maupun yang tidak kami sengaja. Maka dari itu sangat kami harapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Semoga dengan berbagai kekurangan yang ada ini tidak mengurangi nilai-nilai dan manfaat dari memelajari ilmu Hadist.


DAFTAR PUSTAKA

 

 

Asiyah, Binti Nur, Manajemen Pembiayaan Bank Syariah, Yogyakarta: Kalimedia. Departemen Agama, Al-Quran dan Terjemahannya, Bandung: CV. Diponegoro, 2007. Haroen Nasrun, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000).

Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta:PT RajaGrafindo, 2002).

 

 

M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,

 

2003).

 

 

Pasaribu Chairuman, Hukum Perjanjian dalam Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 1996). Rizal, dkk, Akuntansi Perbankan Syariah, Jakarta: Salemba Empat, 2016.

Rozalinda, Fikih Ekonomi Syariah, Depok: PT. Raja Grafindo Persada, 2016. Sabiq, Sayyid, Fikih Sunnah, Jakarta: Cakrawala Publishing, 2009.

Sabiq, Sayyid, Fiqih Sunnah 3, Bandung: PT.Al-Ma‟arif, 1987. Syafii, Rahmat, Fikih Muamalat, Bandung: Pustaka Setia, 2006

Komentar

Postingan Populer