salam dan istisna

salam dan istisna 

A.     Pengertian Salam dan Istisna’

1.      Salam

Secara bahasa as-salam atau as-salaf berarti pesanan. Secara terminologis para ulama mendefinisikannya dengan: “Menjual suatu barang yang penyerahannya ditunda, atau menjual suatu (barang) yang ciri-cirinya jelas dengan pembayaran modal lebih awal, sedangkan barangnya diserahkan kemudian hari.Secara istilah salam adalah jual beli sesuatu dengan ciri-ciri tertentu yang akan diserahkan pada waktu tertentu.

 

2.      Istisna’

Istisna’ adalah bentuk transaksi yang menyerupai jual beli Salām jika ditinjau dari sisi bahwa obyek (barang) yang dijual belum ada. Barang yang akan dibuat sifatnya mengikat dalam tanggungan pembuatan (penjual) saat terjadi transaksi.2

 

 

B.     Hadits dan Landasan lain yang terkait dengan salam dan istisna’

1.      Landasan tentang salam

a.       Al-Quran

 

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya” (QS. Al-Baqarah : 282)3

Dan utang secara umum meliputi utang-piutang dalam jual beli salam,dan utang-piutang dalam jual beli lainnya. Ibnu Abbas telah menafsirkan tentang utang-piutang dalam jual beli salam.


“Dari ibn abbas ra. Beliau berkata: ketika nabi Muhammad SAW tiba dikota madinah, sedangkan penduduk madinah terbiasa memesan buah kurma dalam tempo waktu dua tahun adan tiga tahun, maka beliau bersabda, barangsiapa yang memesan sesuatu maka hendaklah ia memesan dengan jumlah takaran yang telah diketahui oleh kedua belah pihak dan dalamm timbangan yang telah diketahui oleh kedua belah pihak serta temo yang telah diketahui oleh kedua belah pihak”. (H.R. Bukhari)

b.      Hadist

Dalam Shahih Bukhari hadits No. 2094, Ibnu Abbas meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW datang ke Madinah dimana penduduknya melakukan Salaf (salam) dalam buah-buahan (untuk jangka waktu) satu, dua, tiga tahun. Beliau berkata:

Barangsiapa yang melakukan Salaf (salam), hendaknya ia melakukan dengan takaran yang jelas dan timbangan yang jelas pula, untuk jangka waktu yang diketahui (pasti)”.  (H.R. Bukhori(

c.       Ijma’

Mengutip dari perkataan Ibnu Mundzir yang mengatakan bahwa, semua ahli ilmu (ulama) telah sepakat bahwa jual beli salam diperbolehkan, sebab ada kebutuhan dan keperluan untuk memudahkan urusan manusia.

2.      Landasan tentang istisna’

a.       Al-Quran


 

Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. (Qs. Al Baqarah: 275)”4

Berdasarkan ayat ini para ulama' menyatakan bahwa hukum asal setiap perniagaan adalah halal, kecuali yang nyata-nyata diharamkan dalam dalil yang kuat dan shahih


4 Qs. Al Baqarah: 275


b.      Hadist

Dari Anas RA bahwa Nabi SAW hendak menuliskan surat kepada raja non-Arab, lalu dikabarkan kepada beliau bahwa raja-raja non-Arab tidak sudi menerima surat yang tidak distempel. Maka beliau pun memesan agar ia dibuatkan cincin stempel dari bahan perak. Anas menisahkan: Seakan-akan sekarang ini aku dapat menyaksikan kemilau putih di tangan beliau." (HR. Muslim)

 

 

C.     Teknis pelaksanaan salam dan istisna’

Teknis pelaksanaan salam :

1.      Ketentuan Implementasi Salam

SEBI No. 10/14/DPbs tertanggal 17 Maret 2008 memberikan ketentuan implementasiakad salam dalam produk pembiayaan sebagai berikut:

a.       Bank bertindak baik sebagai pihak peyedia dana maupun sebagai pembeli barang untuk kegiatan transaksi salam dengan nasabah yang bertindaksebagai penjual barang;

b.      Barang dalam transaksi salam adalah objek jual beli dengan spesifikasi,kualitas, jumlah jangka waktu, tempat dan harga yang jelas, yang pada umumnya tersedia secara reguler dipasar, serta bukan objek jual beli yangsulit diidentifikasi ciri-cirinya dimana antara lain nilainya berubah-ubah tergantung penilaian subyektif;

c.       Bank wajib menjelaskan kepada nasabah mengenai karakteristik produkpembiayaan atas dasar akad salam, serta hak dan kewajiban nasabahsebagaimana diatur dalam ketentuan bank indonesia mengenai transparasi informasi produk bank dan penggunaan data pribadi nasabah;


d.      Bank wajib melakukan analisis atas rencana pembiayaan atas dasar salam kepada nasabah yang antara lain meliputi aspek personal berupa analisaatas karakter (character) dan/atau aspek usaha antara lain meliputi analisa kapasitas usaha (condition);

e.       Bank dan nasabah wajib munuangkan kesepakatan dalam bentuk perjanjiantertulis berupa akad pembiayaan atas dasar salam;

f.       Pembayaran atas dasar nasabah oleh bank harus dilakukan di muka secara penuh yaitu pembayaran segera atas pembiayaan atas dasar akad salamdisepakati atau paling lambat tujuh hari setelah pembiyaan atas dasar akad salam disepakati; dan

g.      Pembayaran oleh bank kepada nasabah tidak boleh dalam bentuk pembebasan utang nasabah kepada bank atau dalam bentuk piutang bank.

 

2.      Aplikasi pembiayaan salam

a.       Tujuan pembiayaan salam

Pembiayaan salam diutamakan untuk pembelian dan penjualan hasil produksi pertanian, perkebunan, dan peternakan. Petani dan peternak pada umumnya membutuhkan dana untuk modal awal dalam melaksanakan aktivitasnya, sehingga bank syariah dapat memberikan dana pada saat akad. Setelah hasil panen, maka nasabah akan membayar kembali. Denganmelakukan transaksi salam, maka petani dan peternak dapat mengambilmanfaat tersebut.

Hasil produksi dari pertanian, perkebunan dan peternakan harus diketahuidengan jelas ciri-cirinya dan bersifat umum seperti: jenis, macam, ukuran,kualitas dan kuantitasnya. Hasil produksi yang diterima harus sesuai denganspesifikasi yang telah diperjanjikan. Apabila terjadi kekeliruan atau cacat,maka produsen harus bertanggung jawab

b.      Harga

Ketentuan harga jual ditetapakan diawal perjanjian dan tidak boleh berubahselama jangka waktu perjanjian. Harga dalam jual beli antara bank syariahdan nasabah produsen lebih rendah dibanding harga jual beli antara bankdan produsen dengan harga antara bank dan pemesan menjadi keuntungansalam.


 

c.       Jangka waktu salam adalah jangka pendek, yaitu paling lama satu tahun

 

Skema pelaksanaan jual beli salam dengan bermitra melalui Bank Syariah adalah sebagai berikut :





 

Teknis pelaksanaan Istisna’ :

 

1.      Ketentuan Istisna’

a.       Akad kedua antara bank dan subkontraktor terpisah dari akad pertama antarabank dan pembeli akhir.

b.      Akad kedua dilakukan setelah akad pertama sah.

c.       Berdasarkan Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 22/DSN-MUI/III/2004 tertanggal 28 Maret 2002, tentang jual beli istisna’ pararel khususnya ketetapan pertama mengenai “Ketentuan Umum”,

d.      Jika LKS melakukan transaksi istisna’ untuk memenuhi kewajibannya kepadanasabah ia dapat melakukan istisna’ lagi dengan pihak lain dengan objek yangsama, dengan syarat istisna’ pertama tidak bergantung (mu’allaq) pada istisna’ yang kedua.

e.   Semua rukun dan syarat yang berlaku dalam akad istisna’ (Fatwa DSN No.06/DSN-MUI/IV/2000) berlaku pula pada istisna’pararel Pihak Bank Syari’ah boleh menggunakan jual beli istishna’ paralel,


namun demikian mempunyai konsekuensi sebagai berikut :

a.       Bank Syari’ah sebagai kontrak pertama, tetap bertanggung jawab terhadappelaksanaan kewajibannya. Artinya, pihak Bank Syariah tetap bertanggung jawab atas kesalahan, kelalaian atau pelanggaran yang berasal dari subkontrak yang disetujui.

b.      Pihak yang menjadi sub kontrak hanya bertanggung jawab kepada pihakBank Syariah sebagai pemesan barang. Dia tidak mempunyai hubunganhukum dengan nasabah atau pengusaha yang memesan  barang kepadapihak Bank Syariah.

c.       Pihak Bank Syariah dan sub kontraktor bertanggung jawab terhadapnasabah atau pengusaha atas kesalahan atau kelalaian yang terjadi

 

2.      Aplikasi Istisna’

Dalam aplikasinya bank syariah melakukan istisna paralel, yaitu bank (sebagai penerima pesanan /shani’) menerima pesanan barang dari nasabah (pemesan/mustashni’), kemudian bank (sebagaipemesan /mustashni’) memesankan permintaan barang nasabah kepada produsen penjual (shani’) dengan pembayaran di muka, cicil,atau di belakang, dengan jangka waktu penyerahan yang disepakati bersama.

Pelaksanaannya ada dua bentuk :

1. Produsen dipilih oleh pihak Bank Syariah seperti skema di bawah ini:




Penjelasan :

1.       Nasabah memesan barang yang diinginkannya kepada Bank Syariah dengan kriteria tertentu

2.       Bank Syariah segera memesan barang kepada pembuat atau produsen sesuai pesanan

3.       Bank Syariah menjual barang kepada nasabah yang memesan barang sesuai dengan kesepakadan.

4.       Sesudah barang pesanan selesai,barang diserahkan oleh produsen atas perintah Bank Syariah.5

2. Produsen dipilih sendiri oleh nasabah dan gambarannya sebagai berikut :

 




 

 

 

Penjelasan :

 

1.      Negosiasai antara nasabah dan produsen tentang pesanan barang 

2. Nasabah memesan barang kepada Bank Syariah sebagai penjual, atau Bank Syariah mewakilkan kepada nasabah untuk memesan barang kepada produsen.

3.      Bank Syariah menjual barang kepada nasabah sebagai pembeli. 

4.    Bank Syariah memesan dan membeli barang kepada produsen sesuai dengan pesanan pembeli atau nasabah.

 

 

A.     Kesimpulan

Jual beli salam merupakan sesuatu barang yang disebutkan sifatnya dalam tanggungan atau memberi uang didepan secara tunai, barangnya diserahkan kemudian untuk waktu yang ditentukan. Bagi ulama syafi’iyyah akad salam boleh ditangguhkan hingga waktu tertentu dan juga boleh diserahkan secara tunai. Hadist tentang salam ialah Jual-beli barang yang disebutkan sifatnya dalam tanggungan dengan imbalan pembayaran) yang dilakukan saat itu juga.

Istishna’ atau pemesanan secara bahasa artinya: meminta di buatkan. Menurut terminologi ilmu fiqih artinya: perjanjian terhadap barang jualan yang berada dalam kepemilikan penjual dengan syarat di buatkan oleh penjual, atau meminta di buatkan secara khusus sementara bahan bakunya dari pihak penjual. Landasan Salam terdapat pada (QS. Al-Baqarah : 282), Sedangkan Istisna’ terdapat pada (Qs. Al Baqarah: 275).

Komentar

Postingan Populer